![]() |
| Wakil Ketua Komisi II DPR, Dede Yusuf. |
JAKARTA, NarasiPolitik - Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) sebesar 20 persen melalui Putusan MK No.62/PUU-XXII/2024. Keputusan tersebut dibacakan pada Kamis (2/1/2025). Dengan keputusan ini, seluruh partai politik (parpol) peserta pemilu memiliki kesempatan untuk mengusung calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) secara mandiri dalam Pilpres mendatang.
Namun, MK mengusulkan agar DPR dan pemerintah melakukan rekayasa konstitusional melalui revisi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Langkah tersebut dinilai penting untuk mencegah munculnya terlalu banyak pasangan capres-cawapres setelah dihapusnya ambang batas tersebut.
Wakil Ketua Komisi II DPR, Dede Yusuf, menyatakan kesiapan DPR untuk membahas usulan rekayasa konstitusional tersebut. Ia menegaskan bahwa pembahasan akan melibatkan berbagai elemen masyarakat.
“Ya, ini memang dari kemarin sudah kami sampaikan bahwa rekayasa konstitusional ataupun ‘constitutional engineering’. Itu tentu harus melibatkan berbagai stakeholder, dari perwakilan masyarakat, akademisi, dari civil society, dari government, dan tidak kalah pentingnya adalah dari partai politik,” ujarnya kepada wartawan, Jumat (3/1/2025).
Dede menekankan pentingnya mendengar masukan dari partai politik, mengingat partai politik merupakan pihak yang berwenang mengusulkan capres-cawapres.
“Karena bagaimanapun juga pesertanya adalah bagian daripada partai politik itu sendiri, sehingga kita juga harus mengedepankan masukan-masukan dari partai-partai politik,” kata politisi Demokrat tersebut.
Selain itu, Dede mengungkapkan bahwa pihaknya tengah mengkaji jumlah minimal dan maksimal pasangan capres-cawapres untuk memastikan efektivitas dan efisiensi dalam Pemilu. Ia menyoroti pentingnya mempertimbangkan anggaran negara dan efektivitas proses pemilu.
“Soal nanti berapa banyaknya calon apakah ada minimalnya atau maksimalnya, tentu kita harus cari mana yang lebih efektif dan efisien tentunya. Baik dari sisi anggaran negara ataupun efektivitasnya,” jelasnya.
Dede juga menambahkan bahwa persyaratan bagi capres-cawapres akan diperketat. Hal ini dilakukan untuk memastikan kandidat yang diusung partai politik memiliki rekam jejak dan prestasi yang memadai.
“Persyaratan calon pun juga harus kita perketat, tidak serta-merta orang yang punya duit triliunan langsung bisa ikutan begitu saja. Jadi harus ada track record pengalaman dan prestasi-prestasi lainnya, terutama di bidang politik dan pemerintahan. Konkretnya nanti kita akan rumuskan pada saat revisi Undang-Undang Pemilu dan Pilpres ini,” pungkasnya.
Keputusan MK ini membawa perubahan signifikan dalam proses demokrasi di Indonesia, dengan harapan mampu membuka lebih banyak peluang bagi partai politik untuk berkontribusi dalam menentukan masa depan bangsa.[As]


